Sang Bulan

Malam ini langit sudah mendamaikan ku. Hati yang lelah dalam kerinduan yang sangat. Selayaknya skenario hidup yang sudah diatur, rupanya Tuhan telah menghiasi hidup ku dengan cahaya rembulan. Rembulan yang aku nantikan setiap malamnya. Sungguh aku selalu menantikan dan mencintai kedatangannya.

Ingin rasanya aku menjelma menjadi bintang. Menemani Sang Bulan di alam jagad raya. Layaknya memadu kasih di setiap keheningan malam yang damai. Malam ini, malam nanti, malam yang akan datang, dan malam-malam yang abadi.
Terima kasih Tuhan, Rembulan-Mu sungguh indah. Sang Bulan yang akan selalu aku cinta. Seindah pancaran sinarnya.


Cahaya

Oktober 2011 lalu, aku berangsur meninggalkan cahaya itu dalam hal jarak. Ada banyak hal dalam cahaya itu. Tawa, romantisme, persahabatan, tangis,serta banyak lagi yang lain. Sudah lebih dari satu kali masa revolusi bumi aku tidak melihat cahaya itu. Semoga cahaya itu masih ada disana.

Entah kapan aku dapat kembali pada cahaya itu. Cahaya yang mengubahku dari kealphaan hidup.

Yayaa.. aku membayangkan beberapa hari yang lalu aku melihat cahaya itu. Walaupun hanya samar-samar. Walaupun cahaya itu beda dengan yang dulu, tapi aku menyakininnya. Secara harfiah, cahaya itu tetap sama.

Aku sangat merindukan cahaya itu. Fakultas Peternakan Undip.


Cha’05

Kamis malam tepatnya pukul 20:57 WIB, tanggal 24 Maret 2011, sebuah short message bertandang ke handphone ku. Aku mengetahui kedatangannya, kemudian aku mencari-cari kunci handphone ku yang aku taruh dalam tombol menu dan bintang (*). Tak lama kemudian, inbox handphone ku buka dan short message muncul lalu membisikiku melalui tulisan yang isinya mengenai tentang agama. Aku tidak berkenalan dengan nomor yang menulis short message itu, karena aku mengiranya short message itu berasal dari langganan tausyiah ku (Aa’ Gym). Dua hari kemudian, nomor itu mendatangiku lagi dengan tema yang berbeda. Kali ini dia mengangkat isu tentang hacker di situs jejaring sosial (facebook). Pikirku, sejak kapan Aa’ Gym beralih profesi dari ustadz menjadi penyiar berita?

Hari itu juga aku putuskan untuk melawat ke nomor yang tak ku kenal itu. Sesampainya disana, aku menyamar seperti layaknya petugas sensus penduduk. Aku cukupkan banyak pertanyaan padanya. Setelah dirasa cukup, aku berlalu. Aku mencoba membuka-buka lagi data kependudukan pertemananku tahun kemarin, alhasil aku menemukan bahwa si-nomor bernama itu adalah teman kuliah ku.

==========================

Kejadian seperti hal biasa bagi setiap orang. Aku mencoba memahami maksud dari temanku itu. Teman ku ini telah berbaik hati dengan mengunjungiku untuk bersilturahmi. Sebenarnya, sewaktu kuliah aku kurang begitu akrab dengan teman ku ini. Karena kami beda angkatan dan beda pula dalam keseharian. Tapi, aku senang karena sudah mengetahui kabar baik dari seorang teman. Bagi sebuah pertemanan, kata: hey, halo, apa kabar, sudah lebih dari sekedar cukup untuk menjaga hubungan agar tetap baik. Sepertinya teman ku ini seakan sudah mengajariku bahwa sebuah persahabatan itu tidak butuh status sosial, pangkat, pendapatan ekonomi, golongan. Terima kasih teman, semoga kelak kita dapat berjumpa lagi dengan membawa kabar baik dari kita, Amin…


Choice

You are free to choose it
Black or White or Gray
But I know there’s nothing middle


Idealism to the Job

“Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila dibelanjakan dan ilmu bertambah apabila dibelanjakan        [Ali Bin Abi Thalib]

Wahai mahasiswa penganut paham Grade Point Oriented, apa yang kau cari dari kuliah? kalau kau menjawab ilmu, kenapa engkau beri patokan point-point dari setiap ilmu yang kau pelajari? apa kau takut tidak mendapat pekerjaan yang layak setelah kau lulus nanti?

Wahai para sarjana muda:

  • Tahukah kau, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2010 sebesar 31,02 juta jiwa dengan penghasilan ekonomi rata-rata Rp. 211.726,-/bulan?
  • Tahukah kau, bahwa hukum sekarang mempunyai bidang kerja baru yaitu Makelar Kasus?
  • Tahukah kau, bahwa di negeri agraris ini, petani tidak pernah merasakan hasil panennya?

Hakikat dari sebuah ilmu bukanlah selembar kertas ijazah yang dapat menghasilkan gaji jutaan rupiah, tapi berapa banyak rupiah yang bisa diupayakan dalam membantu kesejahteraan mereka. Wasiat dari gelar kesarjanaan bukanlah untuk sebagai sanjungan dikalangan mereka, tapi sebagai pemimpin mereka yang tak tahu apa-apa agar menjadi tahu apa-apa.

“Rasa-rasanya, tiada yang lebih puitis dari sebuah ilmu selain pendewasaan diri. Karena diri yang dewasalah yang akan membawa kedamaian dalam hidup”


I’m Only Alive Today

“I’m only alive today. Yesterday is past and tomorrow is not necessarily occur. So, I don’t care what people say about me. I’m just trying to be better in order to achieve pleased Allah SWT”

Hidup ku tidak akan aku gadaikan kepada siapapun kecuali kepada Alloh yang menciptakan aku. Bahkan akan aku berikan lebih, akan aku berikan hidupku secara cuma-cuma kepada-NYA tanpa ada angsuran bulanan dan uang muka sedikitpun. Karena aku menyakini bahwa aku adalah milik-NYA.

Berjalan bersama-NYA jauh lebih utama dibandingkan melademi debat kusir dengan setan jalanan.  “So, I don’t care what people say about me” bukan berarti aku egois atau muak dengan mereka, tapi mereka adalah sumber ilmu bagiku dalam hal kebaikan. Sungguh, hidup di bangsa ini jauh dari negeri china dimana kata orang disanalah tempat akhir menuntut ilmu. Sebuah pertanyaan, apakah yang akan kamu kerjakan jika kamu hanya hidup hari ini saja? dan pilihan hidup di dunia ini hanya ada dua: “goodness or badness”.

Jika anda dapat minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa anda harus bersedih atas air asin yang anda minum kemarin, atau mengkhawatirkan air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi? [La Tahzan]

Aku sangat alpha apakah nanti setelah aku mati akan berada di surga atau neraka. Aku tidak memikirkan itu, karena aku tidak bisa mengubah apa-apa jika Alloh menghendakiku besok/nanti aku akan mati. Yang bisa aku lakukan hanyalah mengabdi kepada-NYA tanpa batas dengan segala kemampuanku. Masalah surga atau neraka, itu sudah diluar keputusanku.


Orang Ke-2

Aku biasa menyebutnya Orang ke-2. Dia nampak hitam legam dalam siang maupun malam. Saat aku melihatnya, aku diam lalu tertunduk dan menangis dengan sebab. Aku terdiam oleh hari-hari terpurukku yang sudah tak berbilang lagi. Orang ke-2 itu menunjukkanku dengan jelas kritikan orang-orang, kebimbangan hidup yang tak mempunyai ketegasan, waktu yang terbuang dan matinya nurani, dan yang paling jelas adalah ketololan diri.

Beranjak dari Orang ke-2, aku mencoba mencari Cahaya. Lalu aku menyalakan Metro-TV dan menemukan pekikan “Tiada yang membaikan selain dengan kebaikan. Orang yang berjalan dalam kebaikan, berarti berjalan bersama-sama dengan Tuhan. Seterjal dan setinggi apapun perjalan itu, Tuhan pasti akan menolongnya, karena dia berjalan bersama-sama dengan Tuhan dan Tuhan menyukai perjalanan itu. Jika orang ingin terus bersama-sama dengan Tuhan, maka berbuatlah kebaikan“. Lalu aku menyalakan laptop dan bertemu dengan L+ disana. L+ membuatku iri akan perjuangannya yang tak kenal lelah dan tak kenal malu. Rutinitas selama 24 jam yang dimilikinya berbanding terbalik dengan rutinitas 24 jam ku. Cahaya itu kini telah membuatku lebih baik.

Setelah itu aku sadar, kalau Orang ke-2 adalah bayangan diri ku. Beruntung sekali aku, karena Tuhan telah mempertemukanku dengan Orang ke-2.


L+

Kawanku yang satu ini takut akan gelap. Kurang tau apa sebabnya, yang pasti dia akan bergetar hebat jika gelap datang padanya. Dalam hidupnya dia harus selalu ditemani oleh cahaya. Dalam sinar cahaya itu, aku melihat senyum, semangat, cinta, kasih sayang, pengorbanan.

Ketahuilah wahai kawan, pagi ini aku rindu akan kehadiranmu. Ingin rasanya bersama-sama lagi merasakan nikmatnya lentog seperti pagi itu. Kebersamaanmu mungkin hanya sepanjang batang rokok. Tidak butuh waktu yang lama untuk menghabiskan sampai hisapan terakhir. Tapi, aku merasakan kecanduan oleh senyummu, kasih sayangmu. Dan aku tidak tahu sampai kapan aku melihat lagi senyum itu.


Mereka yang Mati Muda

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan. Yang kedua adalah dilahirkan tapi mati muda. Dan yang tersial adalah yang berumur tua. Berbahagialah mereka yang mati muda

[Soe Hok Gie]

Alangkah senangnya mereka yang mati muda. Kalau saja mereka masih hidup sekarang, pasti mereka akan muak karena dunia ini sudah sesak dijejali negeri-negeri theater. Negeri dimana para pemerannya sangat menjiwai akan sandiwara hidup. Entah itu sebagai penjilat yang santun, makelar yang dermawan, pencitra yang rupawan, atau apalah itu yang biasa mereka perankan.

Wahai mereka yang mati muda, sedang apa kau disana? Apakah kau disana sedang tersenyum. Hidup tentram dengan kedamaian yang dulu pernah engkau mimpikan. Sungguh aku sangat iri dengan mu, wahai mereka yang mati muda. Iri akan kemurnian hati yang tak pernah berujung.


7 Dosa Sosial

Berikut Mahatma Gandhi pernah berpesan pada bangsanya:

  • Perniagaan tanpa moralitas
  • Politik tanpa etika
  • Sains tanpa humanitas
  • Peribadatan tanpa pengorbanan
  • Kekayaan tanpa kerja keras
  • Pengetahuan tanpa karakter
  • Kesenangan tanpa nurani

Sosial tak ubahnya nilai abstrak antara mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dimana kepuasan setiap insan manusia terletak disana. Dan yang akan mempengaruhi masyarakat atau orang banyak. Sosial juga memiliki tujuan yaitu mencapai kesejahteraan bagi setiap orang. Tapi, sejahtera tidak mengenal istilah untung atau rugi.

Saya tidak mafhum apakah dulu Mahatma Gandhi pernah mengirimkan “7 Dosa Sosial” itu ke email atau sekedar mengirim surat via pos ke bangsa saya. Oh, atau mungkin Mahatma Gandhi salah menuliskan alamat ke negara saya, sehingga email atau surat itu entah sampai ke negara mana.

Kalau Mahatma Gandhi mengatakan kejahatan seperti itu adalah Tujuh Dosa Sosial. Lalu hasil bumi negaraku yang hilang entah kemana, 32,5 juta rakyat miskin , Biaya pendidikan yang semakin mahal, Kriminalitas yang sudah menjadi kegemaran, Harga kebutuhan pokok yang terus naik, Ketidak tegasan hukum. Apakah semuanya itu termasuk “Dosa Sosial”?